Jebakan People Pleaser di Kantor : Mengapa Kita Sulit Berkata "Tidak"?

Di lingkungan kerja, kita sering kali dihadapkan pada situasi di mana kita merasa tertekan untuk selalu mengatakan "ya," bahkan ketika itu berarti mengorbankan waktu, energi, atau bahkan prinsip diri sendiri. Fenomena ini dikenal sebagai kecenderungan "people pleasing," yaitu keinginan kuat untuk menyenangkan orang lain dan mendapatkan persetujuan mereka. Mengapa kita begitu mudah terjerat dalam lingkaran ini di kantor? Mari kita telaah dari sudut pandang psikologi.

Kebutuhan akan Afiliasi dan Penerimaan Sosial

Sebagai manusia, kita adalah makhluk sosial. Salah satu kebutuhan dasar psikologis kita adalah kebutuhan akan afiliasi dan penerimaan dari kelompok (Baumeister & Leary, 1995). Di kantor, kelompok ini adalah rekan kerja, atasan, dan tim. Keinginan untuk merasa menjadi bagian dari tim, diterima, dan disukai dapat mendorong kita untuk menghindari konflik atau ketidaksepakatan. Kita takut jika menolak permintaan, kita akan dicap sebagai tidak kooperatif, egois, atau bahkan diasingkan dari lingkaran sosial di kantor. Ini adalah bentuk upaya menjaga kohesi sosial dalam lingkungan kerja.

Ketakutan akan Penolakan dan Konsekuensi Negatif

Dibalik keinginan untuk menyenangkan, seringkali ada ketakutan yang mendalam akan penolakan atau konsekuensi negatif. Kita khawatir jika menolak tugas tambahan, mengungkapkan pendapat yang berbeda, atau menetapkan batasan, hal itu dapat berdampak buruk pada evaluasi kinerja, promosi, atau bahkan keamanan posisi kita. Ketakutan ini bisa diperparah jika kita memiliki atasan yang otoriter atau lingkungan kerja yang tidak mendukung ekspresi diri. Dalam konteks ini, people pleasing menjadi mekanisme pertahanan diri, meskipun seringkali merugikan kesejahteraan psikologis kita sendiri.

Rendahnya Harga Diri dan Validasi Eksternal

Individu dengan harga diri yang rendah cenderung lebih rentan menjadi people pleaser. Mereka mungkin mencari validasi dan rasa berharga dari pujian atau persetujuan orang lain. Ketika rasa harga diri tidak datang dari internal (keyakinan akan nilai diri), mereka mencarinya dari eksternal, yaitu melalui tindakan menyenangkan orang lain (Kernis, 2003). Di kantor, pujian dari atasan atau apresiasi dari rekan kerja bisa menjadi "bahan bakar" bagi mereka untuk terus menerus memenuhi ekspektasi orang lain, bahkan melebihi kapasitas mereka.

Pola Asuh dan Pengalaman Masa Lalu

Kecenderungan menjadi people pleaser juga bisa berakar pada pola asuh dan pengalaman masa lalu. Individu yang tumbuh di lingkungan di mana mereka sering dihargai karena patuh dan memenuhi keinginan orang lain (orang tua, guru) mungkin mengembangkan keyakinan bahwa nilai diri mereka tergantung pada seberapa baik mereka melayani orang lain. Pola ini kemudian terbawa hingga ke lingkungan profesional. Mereka mungkin tidak pernah belajar bagaimana menetapkan batasan atau menyatakan kebutuhan diri sendiri tanpa merasa bersalah. Ini membentuk skema maladaptif yang mempengaruhi perilaku di masa dewasa.

Kurangnya Keterampilan Asertivitas

Banyak dari kita tidak dibekali dengan keterampilan asertivitas yang memadai. Asertivitas adalah kemampuan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kebutuhan dengan jujur dan hormat, tanpa melanggar hak orang lain (Lange & Jakubowski, 1976). Individu yang cenderung people pleasing seringkali kesulitan dalam asertivitas. Mereka mungkin bingung bagaimana cara menolak permintaan tanpa terdengar kasar, atau bagaimana mengungkapkan keberatan tanpa menimbulkan konflik. Akibatnya, mereka memilih jalan yang "mudah" yaitu dengan mengatakan "ya," meskipun itu berarti mengorbankan diri.

Dampak dan Cara Mengatasi

Menjadi people pleaser di kantor pada akhirnya dapat menyebabkan kelelahan emosional (burnout), stres kronis, frustrasi, dan bahkan hilangnya identitas diri. Kita mungkin merasa tidak autentik dan terus-menerus hidup di bawah bayang-bayang ekspektasi orang lain.

Mengatasi kecenderungan ini memerlukan kesadaran diri dan latihan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan meliputi:

✅Identifikasi pemicu: Kenali situasi atau orang-orang yang paling sering memicu kecenderungan people pleasing Anda.

✅Latih asertivitas: Mulai dengan menolak permintaan kecil. Pelajari frasa-frasa asertif seperti "Saya hargai tawaran/permintaan Anda, tapi saat ini saya tidak bisa" atau "Saya perlu mengecek jadwal saya terlebih dahulu."

✅Tetapkan batasan: Tentukan apa yang menjadi prioritas Anda dan apa yang tidak bisa Anda toleransi. Komunikasikan batasan ini secara jelas dan konsisten.

✅Prioritaskan diri sendiri: Ingatlah bahwa menjaga kesejahteraan diri adalah bagian dari produktivitas. Anda tidak bisa menuangkan dari cangkir yang kosong.

✅Cari validasi internal: Bangun harga diri dari dalam, bukan dari persetujuan orang lain. Fokus pada pencapaian dan nilai-nilai pribadi Anda.

Pada akhirnya, keberanian untuk menetapkan batasan dan mengatakan "tidak" dengan bijaksana bukanlah tanda ketidakmampuan, melainkan tanda kemandirian, integritas, dan manajemen diri yang baik. Ini adalah langkah penting menuju kesejahteraan psikologis dan profesional yang lebih sehat.

Referensi

  • Baumeister, R. F., & Leary, M. R. (1995). The need to belong: Desire for interpersonal attachments as a fundamental human motivation. Psychological Bulletin, 117(3), 497-529.
  • Kernis, M. H. (2003). Toward a conceptualization of optimal self-esteem. Psychological Inquiry, 14(1), 1-26.
  • Lange, A. J., & Jakubowski, P. (1976). Responsible assertive behavior: Cognitive/ behavioral procedures for trainers. Research Press.